Minggu, 09 November 2014

psiklogi manajemen, tugas ke-2



1.      Teori Motivasi
a.       Teori motivasi Abraham Maslow (1943-1970)
Abraham Maslow mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkan dalam 5 tingakatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks, yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.
1)      Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup seperti makan, minum, perumahan, oksigen, tidur, dan sebagainya.
2)      Kebutuhan Rasa Aman
Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka muncul kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja, jaminan akan kelangsungkan pekerjaan akan hari tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja.
3)      Kebutuhan Sosial
Jika kebutuhan fisiologi dan rasa aman amam telah terpuaskan secara minimal, maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain. Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kelompok kerja yang kompak, supervisi yang baik, reaksi bersama, dan sebagainya.
4)      Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta efektivitas kerja seseorang.
5)      Kebutuhan Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan, keahlian, dan potensi yang dimiliki seseorang. Seseorang yang didominasi oleh kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan tugas-tugas yang menantang kemampuan dan keahliannya.

b.      Teori Motivasi Herzberg (1966)
Menurut Herzberg, ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya :
1)      Faktor ekstrinsik
Faktor higiene motivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya.
2)      Faktor intrinsik
Faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb.
c.       Teori Motivasi Douglas McGregor
Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negatif) dan teori Y (positif).
Menurut teori X empat pengandaian yang dipegang manajer :
1)      Karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya, tidak menyukai kerja
2)      Karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3)      Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
4)      Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua faktor yang dikaitkan dengan kerja.

Kontras dengan pandangan negatif, ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y :
1)      Karyawan dapat memandang kerja sama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain.
2)      Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran.
3)      Rata-rata orang akan menerima tanggung jawab.
4)      Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.

d.      Teori Motivasi Vroom (1964)
Teori Vroom tentang cognitive theory of motivasion menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu :
1)      Ekspetasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas.
2)      Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatakan outcome tertentu).
3)      Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan positif, netral, atau negatif. Motivasi tinggi jika usaha nmenghasilkan kurang dari yang diharapkan.

2.      Pola Kepemimpinan
Gaya Kepemimpinan
Menurut Mifta Thoha (2010) gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.
Macam-macam gaya kepemimpinan antara lain :
a.       Gaya Kepemimpinan Otokratik
Menurut Sudarwan Danim (2004) kata otokratik diartikan sebagai tindakan menurut kemauan sendiri, setiap produk pemikiran dipandang benar, keras kepala, atau rasa aku yang keberterimaannya pada khalayak bersifat dipaksakan. Kepemimpinan otokratik disebut juga kepemimpinan otoriter.
Mifta Thoha (2010) mengartikan kepemimpinan otokratis sebagai gaya yang didasarkan atas kekuatan posisi dan penggunaan otoritas. Jadi kepemimpinan otokratik adalah kepemimpinan yang dilakukan oleh seorang pemimpin dengan sikapnya yang menang sendiri, tertutup terhadap saran dari orang lain dan memiliki idealisme tinggi.
Menurut Sudarwan Danim (2004: 75) pemimpin otokratik memiliki ciri-ciri antara lain :
1)      Beban kerja organisasi pada umumnya ditanggung oleh pemimpin.
2)      Bawahan, oleh pemimpin hanya dianggap sebagai pelaksana dan mereka tidak boleh memberikan ide-ide baru.
3)      Bekerja dengan disiplin tinggi, belajar keras, dan tidak kenal lelah.
4)      Menentukan kebijakan sendiri dan kalaupun bermusyawarah sifatnya hanya penawar saja.
5)      Memiliki kepercayaan yang rendah terhadap bawahan dan kalaupun kepercayaan diberikan, didalam dirinya penuh ketidak percayaan.
6)      Komunikasi dilakukan secara tertutup dan satu arah.
7)      Korektif dan minta penyelesaian tugas pada waktu sekarang.
b.      Gaya Kepemimpinan Demokratis
Menurut Sudarwan Danim (2004) kepemimpinan demokratis bertolak dari asumsi bahwa hanya dengan kekuatan kelompok, tujuan-tujuan yang bermutu tercapai.
Mifta Thoha (2010) mengatakan gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan dengan kekuatan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Menurut Sudarwan Danim (2004: 76) pemimpin demokratis memiliki ciri-ciri antara lain :
1)      Beban kerja organisasi menjadi tanggung jawab bersama personalia organisasi itu.
2)      Bawahan, oleh pemimpin dianggap sebagai komponen pelaksana secara integral harus diberi tugas dan tanggung jawab.
3)      Disiplin akan tetapi tidak kaku dan memecahkan masalah secara bersama.
4)      Kepercayaan tinggi terhadap bawahan dengan tidak melepaskan tanggung jawab pengawasan.
5)      Komunikasi dengan bawahan bersifat terbuka dan dua arah.
c.       Gaya Kepemimpinan Permisif
Menurut Sudarwan Danim (2004) pemimpin permisif merupakan pemimpin yang tidak mempunyai pendirian yang kuat, sikapnya serba boleh. Pemimpin memberikan kebebasan kepada bawahannya, sehingga bawahan tidak mempunyai pegangan yang kuat terhadap suatu permasalahan. Pemimpin yang permisif cenderung tidak konsisten terhadap apa yang dilakukan.
Menurut Sudarwan Danim (2004) pemimpin permisif memiliki ciri-ciri antara lain :
1)      Tidak ada pegangan yang kuat dan kepercayaan rendah pada diri sendiri.
2)      Mengiyakan semua saran.
3)      Lambat dalam membuat keputusan.
4)      Banyak “mengambil muka” kepada bawahan.
5)      Ramah dan tidak menyakiti bawahan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku yang konsisten yang ditunjukkan pemimpin dan diketahui oleh pihak lain ketika pemimpin berusaha mempengaruhi orang lain. Gaya kepemimpinan antara lain gaya kepemimpinan otokratik, gaya kepemimpinan demokratis, dan gaya kepemimpinan permisif. Jika dikaitkan dengan Kepala Sekolah, maka Kepala Sekolah dapat menggunakan gaya kepemimpinan tersebut dalam mempengaruhi guru maupun karyawan yang ada di sekolah yang dipimpinnya. Namun gaya kepemimpinan yang tepat untuk memotivasi kepala sekolah adalah gaya kepemimpinan demokratis. Hal ini sesuai pendapat Mifta Thoha (2010) yang mengatakan gaya kepemimpinan demokratis dikaitkan dengan kekuatan personal dan keikut sertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Dengan gaya demokrasi Kepala sekolah secara tidak langsung memotivasi guru agar berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam kegiatan sekolah.

SUMBER :