1.
Penyesuaian
Diri dan Pertumbuhan
a.
Penyesuaian
Diri
Menurut Schneiders (Patosuwido,
1993) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan,
frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologi yang tepat. Menurut
Sawrey dan Telford (Colhoun & Acocella, 1990) mendefinisikan penyesuaian
diri sebagai interaksi terus-menerus antara individu dengan lingkungannya yang
melibatkan sistem behavioral, kognisi, dan emosional.
Penyesuaian
diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku
individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan
lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat diberikan batasan
bahwa k emampuan manusia sanggup
untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan
lingkungannya.
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau
personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat
ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi
(adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan
penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).
Pada mulanya penyesuaian
diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada
umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau
biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah
dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari,
Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya
kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak
mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena ketidak-mampuannya dalam
menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam
masyarakat pada umumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami
stres dan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian
diri dengan kondisi yang penuh tekanan.
b.
Pertumbuhan
Personal
Manusia merupakan makhluk individu. Manusia disebut sebagai individu
apabila tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan dirinya sendiri dan bukan
bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain. Jadi individu adalah
seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas dalam
lingkup sosial tetapi mempunyai kekhasan tersendiri yang spesifik terhadap
dirinya didalam lingkup sosial tersebut. Kepribadian suatu individu tidak
sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi
sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian.
Dan hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan
keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan
kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling
dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. Setiap keluarga pasti
menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan
mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan hanya dalam lingkup
keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun terdapat norma-norma
yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Setiap individu memiliki naluri yang secara tidak langsung individu dapat
memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya apakah hal itu benar atau
tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam masyarakat yang memiliki
suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan
akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada
di lingkungan masyarakat yang tidak disiplin yang dalam menerapkan
aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian
sehingga menjadi kepribadian yang tidak disiplin, begitupun dalam lingkungan
keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang cuek maka
individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang cuek.
i.
Penekanan
Pertumbuhan, Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan
Pertumbuhan
adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan
fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada
waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi
dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter
dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan
dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur
biologis.
ii.
Variasi
dalam Pertumbuhan
Tidak
selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena
kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil
melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam
dirinya atau mungkin diluar dirinya.
iii.
Kondisi-Kondisi
untuk Bertumbuh
Kondisi
jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen
sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik
berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa
terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe
tempramen (Surya, 1977).
iv.
Fenomena
Pertumbuhan
Fenomenologi
memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan
diinterpretasi secara subyektif. Setiap orang mengalami dunia dengan caranya
sendiri. “Alam pengalaman setiap orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.”
2.
Stress
a.
Arti
Penting Stres
J. P. Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi
mendefinisikan stres sebagai satu keadaan tertekan, baik secara fifik maupun
psikologis. Hal senada diungkapan dalam Atkinson (1983), stres terjadi ketika
orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam
kesehatan fisik maupun psikologisnya. Keadaan sosial, lingkungan, dan fisikal
yang menyebabkan stres dinamakan stresor.
Sementara reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon stres, atau secara singkat
disebut stres.
Menurut Lazarus (1999) stres adalah rasa cemas atau terancaman
yang timbul ketika kita menginterpretasikan atau menilai suatu situasi sebagai
melampaui kemampuan psikologis kita untuk bisa menanganinya secara memadai.
b.
Tipe-Tipe
Stres Psikologis
Menurut
Maramis (1990) ada empat tipe stress psikologis, yaitu :
·
Frustasi
Frustasi muncul karena adanya
kegagalan saat ingin mencapai suatu hal/tujuan. Misalnya seseorang mengalami
kegagalan dalam pekerjaan yang mengakibatkan orang tersebut harus turun
jabatan. Orang yang memiliki tujuan tersebut mendapat beberapa
rintangan/hambatan yang tidak mampu ia lalui sehingga ia mengalami kegagalan
atau frustasi. Frustasi ada yang bersifat intrinsik
(cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik
(kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, krisis ekonomi,
pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain.
·
Konflik
Konflik ditimbulkan karena
ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan, aau tujuan.
Saat seseorang dihadapkan dalam situasi yang berat untuk dipilih, orang
tersebut akan mengalami konflik dalam dirinya. Bentuk konflik digolongkan
menjadi tiga bagian, approach-approach
conflict, approach-avoidant conflict, avoidant-avoidant conflict.
·
Tekanan
Tekanan timbul dari tuntutan hidup
sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita
atau norma yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan tekanan dalam diri
seseorang. Tekanan juga berasal dari luar diri individu, misalnya orang tua
yang menuntut anaknya untuk masuk ke dalam jurusan yang tidak diminati oleh
anaknya, anak yang menuntut orang tua untuk dibelikan semua kemauannya, dan
lain-lain.
·
Kecemasan
Kecemasan merupakan
suatu kondisi ketika individu merasakan kekhawatiran/kegelisahan, ketegangan,
dan rasa tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan akan
terjadinya sesuatu yang buruk. Misalnya seorang anak yang sering dimarahi
ibunya, anak tersebut akan merasakan kecemasan yang cukup tinggi jika ia
melakukan hal yang akan membuat ibunya marah padahal ibu si anak tersebut belum
tentu marah padanya.
c.
Symptom
Reducing Responses terhadap Stres
Kehidupan akan terus berjalan seiring dengan
berjalannya waktu. Individu yang mengalami stress tidak akan terus menerus
merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu setiap individu memiliki
mekanisme pertahanan diri masing-masing dengan keunikannya masing-masing untuk
mengurangi gejala-gejala stress yang ada.
Berikut
mekanisme pertahanan diri (defense
mechanism) yang biasa digunakan individu untuk dijadiakan strategi saat
menghadapi stress :
·
Indentifikasi
Identifikasi
adalah suatu cara yang digunakan individu untuk menghadapi orang lain dngan
membuatnya menjadi kepribadiannya, ia ingin serupa dan bersifat sama seperti
orang lain tersebut. Misalnya seorang mahasiswa yang menganggap dosen
pembimbingnya memiiliki kepribadian yang menyenangkan, cara bicara yang ramah,
dan sebagainya. Maka mahasiswa tersebut akan meniru dan berperilaku seperti
dosennya.
·
Kompensasi
Seorang
individu tidak memperoleh kepuasan di bidang tertentu, tetapi mendapatkan
kepuasan di bidang lain. Misalnya Andi memiliki nilai yang buruk dalam bidang
Matematika, namun prestasi olah raga yang ia miliki sangatlah memuaskan.
·
Overcompensation/ reaction formation
Perilaku
seseorang yang gagal mencapai tujuan dan orang tersebut tidak mengakui tujuan
pertama tersebut dengan cara melupakan serta melebih-lebihkan tujuan kedua yang
biasanya berlawanan dengan tujuan pertama. Misalnya seorang anak yang ditegur
gurunya karena mengobrol saat upacara, bereaksi dengan menjadi sangat tertib
saat melaksanakan upacara dan menghiraukan ajakan teman untuk mengobrol.
·
Sublimasi
Sublimasi
adalah suatu mekanisme sejenis yang memegang peranan positif dalam
menyelesaikan suatu konflik dengan pengembangan kegiatan yang konstruktif.
Penggantian objek dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat dan
derajatnya lebih tinggi. Misalnya sifat agresifitas yang disalurkan menjadi
petinju atau tukang potong hewan.
·
Proyeksi
Proyeksi
adalah mekanisme perilaku dengan menempatkan sifat-sifat batin sendiri pada
objek di luar diri atau melemparkan kekurangan diri sendiri pada orang lain.
Mutu proyeksi lebih rendah daripada rasionalisasi. Contohnya seorang anak tidak
menyukai temannya, namun ia berkata temannyalah yang tidak menyukainya.
·
Introyeksi
Introyeksi
adalah memasukan dalam pribadi dirinya sifat-sifat pribadi orang lain. Misalnya
seoarang wanita mencintai seorang pria, lalu ia memasukan pribadi pria tersebut
ke dalam pribadinya.
·
Reaksi
konversi
Secara
singkat mengalihkan konflik ke alat tubuh atau mengembangkan gejala fisik.
Misalkan belum belajar saat menjelang bel masuk ujian, seorang anak wajahnya
menjadi pucat dan berkeringat.
·
Represi
Represi
adalah konflik pikiran, impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan paksaan
ditekan ke dalam alam tidak sadar dan dengan sengaja melupakan. Misalnya
seorang karyawan yang dengan sengaja melupakan kejadian saat ia dimarahi oleh
bosnya tadi siang.
·
Supresi
Supresi
yaitu menekan konflik, impuls yang tidak dapat diterima secara sadar. Individu
tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan dirinya. Misalnya dengan
berkata “Sebaiknya kita tidak membicarakan hal itu lagi.”
·
Denial
Denial
adalah mekanisme perilaku penolakan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan.
Misalnya seorang penderita diabetes memakan semua makanan yang menjadi
pantangannya.
·
Regresi
Regresi
adalah mekanisme perilaku seseorang yang apabila menghadapi konflik frustasi,
ia menarik diri dari pergaulan dengan lingkunganya. Misalnya artis yang sedang
digosipkan berselingkuh, karena malu maka ia menarik diri dari perkumpulannya.
·
Fantasi
Fantasi
adalah apabila seseorang menghadapi konflik-frustasi, ia menarik diri dengan
berkhayal/berfntasi, misalnya dengan lamunan. Contoh seorang pria yang tidak
memiliki keberanian untuk menyatakan rasa cintanya melamunkan berbagai fantasi
dirinya dengan orang yang ia cintai.
·
Negativisme
Adalah
perilaku seseorang yang selalu bertentangan/menentang otoritas orang lain
dengan perilaku tidak terpuji. Misalkan seorang anak yang menolak perintah
gurunya dengan bolos sekolah.
·
Sikap
mengkritik orang lain
Bentuk
pertahanan diri untuk menyerang orang lain dengan kritikan-kritikan. Perilaku
ini termasuk perilaku agresif yang aktif (terbuka). Misalkan seorang karyawan
yang berusaha menjatuhkan karyawan lain dengan adu argument saat rapat
berlangsung.
d.
Pendekatan
Problem Solving terhadap Stres
Salah satu cara dalam menangani stress yaitu menggunakan metode biofeddback, tekniknya adalah
mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stress kemudian belajar untuk
menguasainya. Tekhnik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit
sebagai Feedback. Melakukan sugesti untuk diri sendiri juga dapat lebih efektif
karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendri. Berikan sugesti-sugesti
yang positif, semoga cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara
spiritual (mengarah pada Tuhan).
Sumber
Basuki,Heru.(2008).Psikologi
Umum.Jakarta:Universitas Gunadarma